watch sexy videos at nza-vids!
WWW.CERITAINDO.SEXTGEM.COM

Find us On Facebook and Twitter
facebook.jpg | twitter.jpg

Cerita Sexs
Gejolak Nafsu Terpendam

Ini adalah pengalamanku yang kesekian kalinya
bersetubuh dengan wanita setengah baya.
Kejadiannya pada saat kenaikkan kelas, aku
mendapat liburan satu bulan dari sekolah. Untuk
mengisi waktu liburanku, aku mengiyakan ajakan
Mas Iwan sopir Pak RT tetanggaku untuk berlibur
dikampungnya. Disebuah desa di Jawa Barat.
Katanya, sekalian mau nengok istrinya. Aku
tertarik omongan Mas Iwan bahwa gadis-gadis di
kampungnya cantik-cantik dan mulus-mulus.
Aku ingin buktikan omongannya.
Dengan mobil pinjaman dari ayahku, kami
berangkat ke sana. Setelah menempuh perjalanan
yang cukup jauh, akhirnya sekitar jam 17.00 WIB
kami tiba di kampungnya. Rumah Mas Iwan
berada cukup jauh dari rumah tetangganya.
Rumahnya cukup bagus, untuk ukuran di
kampung, bentuknya memanjang.
di rumah Mas Iwan kami disambut oleh Mbak
Irma, istrinya dan Tante Sari mertuanya. Ternyata
Mbak Irma, istri Mas Iwan, seorang perempuan
yang sangat cantik. Kulitnya putih bersih dan
bodynya sangat sexy. Sedangkan Tante Sari tak
kalah cantiknya dengan Mbak Irma. Meskipun
sudah berumur empat puluhan, kecantikannya
belum pudar. Bodynya tak kalah dengan gadis
remaja. Oh ya, Tante Sari bukanlah ibu kandung
Mbak Irma. Tante Sari kimpoi dengan Bapak Mbak
Irma, setelah ibu kandung Mbak Irma meninggal.
Tapi setelah lima tahun menikah, bapak Mbak
Irma yang meninggal, karena sakit. Jadi sudah
sepuluh tahun Tante Sari menjanda.
Sekitar jam 20.00 WIB, Mas Iwan mengajakku
makan malam ditemani Mbak Irma dan Tante
Sari. Sambil makan kami ngobrol diselingi gelak
tawa. Walaupun kami baru kenal, tapi karena
keramahan mereka kami serasa sudah lama
kenal. Selesai makan malam Mas Iwan dan Mbak
Irma permisi mau tidur. Mungkin mereka sudah
tak sabar melepaskan hasrat yang sudah lama tak
tersalurkan. Tinggal aku dan Tante Sari yang
melanjutkan obrolan. Tante Sari mengajakku
pindah ke ruang tamu. Pas di depan kamar Mas
Iwan.
Saat itu Tante Sari hanya mengenakan baju tidur
transparan tanpa lengan. Hingga samar-samar
aku dapat melihat lekuk-lekuk tubuhnya yang
sexy. Tante Sari duduk seenaknya hingga
gaunnya sedikit tersingkap. Aku yang duduk
dihadapannya dapat melihat paha mulusnya,
membangkitkan nafsu birahiku. Penisku
menegang dari balik celanaku. Tante Sari
membiarkan saja aku memelototi paha
mulusnya. Bahkan dia semakin lebar saja
membuka pahanya.
Semakin malam obrolan kami semakin hangat.
Tante Sari menceritakan, semenjak suaminya
meninggal, dia merasa sangat kesepian. Dan aku
semakin bernafsu mendengar ceritanya, bahwa
untuk menyalurkan hasrat birahinya, dia
melakukan onani. Kata-katanya semakin
memancing nafsu birahiku. Aku tak tahan, nafsu
birahiku minta dituntaskan. Akupun pergi
kekamar mandi. Sampai di kamar mandi,
kukeluarkan penisku dari balik celanaku. Kukocok-
kocok sekitar lima belas menit. Dan crot! crot!
crot! Spermaku muncrat kelantai kamar mandi.
Lega sekali rasanya.
Setelah menuntaskan hasratku, aku balik lagi ke
ruang tamu. Alangkah terkejutnya aku. Disana di
depan jendela kamar Mas Iwan yang kordennya
sedikit terbuka kulihat Tante Sari sedang
mengintip ke dalam kamar, Mas Iwan yang
sedang bersetubuh dengan istrinya.
Nafas Tante Sari naik turun, tangannya sedang
meraba-raba buah dadanya. Nafsu birahiku yang
tadi telah kutuntaskan kini bangkit lagi melihat
pemandangan di depanku. Tanpa berpikir
panjang, kudekap tubuh Tante Sari dari belakang,
hingga penisku yang sudah menegang
menempel hangat pada pantatnya, hanya dibatasi
celanaku dan gaun tidurnya. Tanganku mendekap
erat pinggang rampingnya. Dia hanya menoleh
sekilas, kemudian tersenyum padaku. Merasa
mendapat persetujuan, aku semakin berani.
Kupindahkan tanganku dan kususupkan kebalik
celana dalamnya. Kuraba-raba bibir vaginanya.
“Ohh… Don… Enakk,” desahnya, ketika
kumasukkan jari-jariku ke dalam lubang
vaginanya yang telah basah. Setelah puas
memainkan jari-jariku dilubang vaginanya,
kulepaskan dekapan dari tubuhnya. Kemudian
aku berjongkok di belakangnya. Kusingkapkan
gaun tidurnya dan kutarik celana dalamnya
hingga terlepas. Kudekatkan wajahku ke lubang
vaginanya. Kusibakkan bibir vaginanya lalu
kujulurkan lidahku dan mulai menjilati lubang
vaginanya dari belakang, sambil kuremas-remas
pantatnya. Tante Sari membuka kedua pahanya
menerima jilatan lidahku. Inilah vagina terindah
yang pernah kurasakan.
“Oohh… Don… Nik… mat,” suara Tante Sari
tertahan merasakan nikmat ketika lidahku
mencucuk-cucuk kelentitnya. Dan kusedot-sedot
bibir vaginanya yang merah.
“Ohh… Don… Luarr… Biasaa… Enakk… Sedott…
terus,” pekiknya semakin keras.
Cairan kelamin mulai mengalir dari vagina Tante
Sari. Hampir setiap jengkal vaginanya kujilati
tanpa tersisa. Tante Sari menarik vaginanya dari
bibirku, kemudian membalikkan tubuhnya sambil
memintaku berdiri. Dia mendorong tubuhku ke
dinding. Dengan cekatan ditariknya celanaku
hingga terlepas, maka penisku yang sudah
tegang, mengacung tegak dengan bebasnya.
“Ohh… Luar biaassaa… Don… Besar sekali,”
serunya kagum.
“Isepp… Tante, jangan dipandang aja,” pintaku.
Tante Sari mengabulkan permintaanku. Sambil
melepaskan gaun tidurnya, dia lalu berjongkok
dihadapanku. Wajahnya pas di depan
selangkanganku. Tangan kirinya mulai
mengusap-usap dan meremas-remas buah
pelirku. Sedangkan tangan kanannya mengocok-
ngocok pangkal penisku dengan irama pelan tapi
pasti. Mulutnya didekatkan kepenisku dan dia
mulai menjilati kepala penisku. Lidahnya berputar-
putar dikepala penisku. Aku meringis merasakan
geli yang membuat batang penisku semakin
tegang.
“Ohh… Akhh… Tan… Te… Nikk.. matt,” seruku
tertahan, ketika Tante Sari mulai memasukkan
penisku kemulutnya. Mulutnya penuh sesak oleh
batang penisku yang besar dan panjang. penisku
keluar masuk di mulutnya. Tante Sari sungguh
lihai memainkan lidahnya. Aku dibuatnya seolah-
olah terbang keawang-awang.
Tante Sari melepaskan penisku dari kulumannya
setelah sekitar lima belas menit. Kemudian dia
memintaku duduk dilantai. Dia lalu naik
kepangkuanku dengan posisi berhadapan.
Diraihnya batang penisku, dituntunnya ke lubang
vaginanya. Perlahan-lahan dia mulai menurunkan
pantatnya. Kurasakan kepala penisku mulai
memasuki lubang yang sempit. Penisku serasa
dijepit dan dipijit-pijit. Mungkin karena sudah
sepuluh tahun tidak pernah terjamah laki-laki.
Meski agak susah, akhirnya amblas juga seluruh
batang penisku ke dalam lubang vaginanya.
Tante Sari mulai menaik-turunkan pantatnya,
dengan irama pelan. Diiringi desahan-desahan
lembut penuh birahi. Sesekali dia memutar-mutar
pantatnya, penisku serasa diaduk-aduk dilubang
vaginanya. Aku tak mau kalah, kuimbangi
gerakkannya dengan menyodok-nyodokkan
pantatku ke atas. Seirama gerakkan pantatnya.
Oh, senangnya melihat penisku sedang keluar
masuk vaginanya. Bibirku menjilati buah dadanya
secara bergantian, sedangkan tanganku
mendekap erat pinggangnya. Semakin lama
semakin cepat Tante Sari menaik turunkan
pantatnya. Nafasnya tersengal-sengal. Dan
kurasakan vaginanya berkedut-kedut semakin
keras.
“Ohh… Don… Aku… Mau… Keluarr,” pekiknya.
“Tahan… Tan… Te… Akuu… Belumm…
Mauu,”sahutku.
“Akuu… Tak… Tahann… Sayang,” teriaknya keras.
Tangannya mencengkeram keras punggungku.
“Akuu… Ke… Ke… Luarr… Sayangg,” jeritnya
panjang.
Tante Sari tak dapat menahan orgasmenya, dari
vaginanya mengalir cairan yang membasahi
seluruh dinding vaginanya. Tante sari turun dari
pangkuanku lalu merebahkan tubuhnya
dipangkuan. Kepalanya berada pas
diselangkanganku. Tangannya mengocok-ngocok
pangkal penisku. Dan mulutnya mengulum
kepala penisku dengan lahapnya.
Perlakuannya pada penisku membuat penisku
berkedut-kedut. Seakan-akan ada yang mendesak
dari dalam mau keluar. Dan kurasakan
orgasmeku sudah dekat. Kujambak rambutnya
dan kubenamkan kepalanya keselangkanganku.
Hingga penisku semakin dalam masuk
kemulutnya.
“Akhh… Tante… Akuu… Mau keluarr,” teriakku.
“Keluarin… Dimulutku sayang,” sahutnya.
Tante sari semakin cepat mengocok dan
mengulum batang penisku. Diiringi jeritan
panjang, spermaku muncrat ke dalam mulutnya.
“Ohh… Kamu… Hebatt… Don, aku puas,” pujinya,
tersenyum ke arahku. Tanpa rasa jijik sedikitpun
dia menjilati dan menelan sisa-sisa spermaku.
Suara ranjang berderit di dalam kamar, membuat
kami bergegas memakai pakaian dan pergi ke
kamar mandi membersihkan badan. Kemudian
masuk ke kamar Masing-masing. Beberapa menit
kemudian kudengar langkah kaki Mbak Irma ke
kamar mandi. Dari balik jendela kamarku dapat
kulihat Mbak Irma hanya mengenakan handuk
yang yang dililitkan ditubuhnya. Memperlihatkan
paha mulus dan tubuh sexynya. Membuatku
mengkhayal, alangkah senangnya bisa
bersetubuh dengan Mbak Irma.
Sekitar jam 02.00 dinihari, aku terbangun ketika
kurasakan ada yang bergerak-gerak di
selangkanganku. Rupanya Tante Sari sedang
asyik mengelus-elus buah pelirku dan menjilati
batang penisku.
“Akhh… terus… Tante… terus,” gumanku tanpa
sadar, ketika dia mulai mengulum batang
penisku. Dengan rakus dia melahap penisku.
Sekitar sepuluh menit berlalu kutarik penisku dari
mulutnya. Kusuruh dia menungging, dari
belakang kujilati lubang vaginanya, bergantian
dengan lubang anusnya. Setelah kurasa cukup,
kuarahkan penisku ke lubang vaginanya yang
basah dan memerah. Sedikit demi sedikit penisku
memasuki lubang vaginanya. Semakin lama
semakin dalam, hingga seluruh batang penisku
amblas tertelan lubang vaginanya.
Aku mulai memaju mundurkan pantatku, hingga
penisku keluar masuk lubang vaginanya. Sambil
kuremas-remas pantatnya.
“Ooh… Don… Nikk… Matt… Bangett,” rintihnya.
Aku semakin bernafsu memaju mundurkan
pantatku. Tante sari mengimbangi gerakkanku
dengan memaju mundurkan juga pantatnya,
seirama gerakkan pantatku. Membuat buah
dadanya bergoyang-goyang. Semakin lama
semakin cepat gerakkan pantatnya.
“Don… Donnii… Akuu… Tak… Tahann,” jeritnya.
“Akuu… Mauu… Ke… Keluarr,” imbuhnya.
Kurasakan vaginanya berkedut-kedut dan
menjepit penisku. Tangannya mencengkeram
dengan keras diranjang.
“Ooh… Oo… Aku… Keluarr,” lolongnya panjang.
Dan kurasakan ada cairan yang merembes
membasahi dinding-dinding vaginanya. Tante
Sari terlalu cepat orgasme, sedangkan aku belum
apa-apa. Aku tak mau rugi, aku harus puas,
pikirku. Kucabut penisku dari lubang vaginanya
dan kuarahkan ke lubang anusnya.
“Akhh… Donn… Jangann… Sakitt,” teriaknya,
ketika kepala penisku mulai memasuki lubang
anusnya. Aku tak memperdulikannya. Kudorong
pantatku lebih keras hingga seluruh batang
penisku masuk ke lubang anusnya. Dan
kurasakan nikmatnya jepitan lubang anusnya
yang sempit. Perlahan-lahan aku mulai menarik
dan mendorong pantatku, sambil memasukkan
jari-jariku ke lubang vaginanya. Tante sari
menjerit-jerit merasakan nikmat dikedua lubang
bawahnya.
“Enak khan Tante?” tanyaku.
“Hemm… Enakk… Banget… Sayang,” sahutnya
sedikit tersipu malu.
Semakin lama semakin cepat kusodok lubang
anusnya. Sambil kutepuk-tepuk pantatnya.
Kurasakan penisku berkedut-kedut ketika
orgasmeku akan tiba dan crott! crott! crott!
Kutumpahkan spermaku dilubang anusnya.
“Penismu yang pertama sayang, memasuki
lubang anusku,” katanya sambil membalikkan
tubuhnya dan tersenyum padaku.
“Kamu luar biasa Don, belum pernah kurasakan
nikmatnya bersetubuh seperti ini,” imbuhnya.
“Tante mau khan, setiap malam kusetubuhi?”
tanyaku.
“Siapa yang menolak diajak enak,” sahutnya
seenaknya.
Sejak saat itu, hampir setiap malam kusetubuhi
Tante sari. Ibu tiri Mbak Irma yang haus sex,
yang hampir sepuluh tahun tidak dinikmatinya,
sejak kematian suaminya.
Tak terasa sudah lima hari aku berada di rumah
Mas Iwan. Selama lima hari pula aku menikmati
tubuh Tante Sari, mertuanya yang haus sex.
Tante Sari yang sepuluh tahun menjanda, betul-
betul puas dan ketagihan bersetubuh denganku.
Meski telah berusia setengah baya, tapi nafsu
birahinya masih meletup-letup, tak kalah dengan
gadis remaja.
Sore itu, sehabis mandi dan berpakaian, Mas
Iwan mengajakku jalan-jalan. Katanya mau
ketemu seorang teman yang sudah lama
dirindukannya. Setelah menempuh perjalanan
sekitar satu jam, sampailah kami di rumah teman
Mas Iwan. Sebuah rumah yang berada
dikawasan yang cukup elite. Kedatangan kami
disambut dua orang wanita kakak beradik, Mbak
Rina dan Mbak Vira. Keduanya sama-sama cantik
dan sexy. Mas Iwan memperkenalkanku pada
kedua teman wanitanya.
“Mas Iwan, aku kangen banget,” katanya sambil
memeluk Mas Iwan.
“Aku juga Rin,” sahut Mas Iwan.
Sambil meminum kopi susu yang disuguhkan
Mbak Rina, kami bercakap-cakap. Mbak Rina
duduk dipangkuan Mas Iwan. Dan Mas Iwan
merangkulnya dengan mesra. Mbak Rina tanpa
malu-malu menceritakan, kalau Mas Iwan adalah
pacar pertamanya dan Mas Iwanlah yang
membobol perawannya.
Mbak Vira hanya tersenyum mendengar cerita
kakaknya yang blak-blakan. Makin lama kelakuan
Mbak Rina makin mesra saja. Tanpa malu-malu,
dia mengecup dan melumat bibir Mas Iwan dan
Mas Iwan menyambutnya dengan sangat
bernafsu. Aku jadi risih menyaksikan kelakuan
mereka. Sekitar sepuluh menit mereka bercumbu
di depan kami.
“Kita lanjutin di kamar aja say,” kata Mbak Rina
pada Mas Iwan. Mas Iwan mengangguk tanda
setuju, sambil membopong tubuh Mbak Rina ke
dalam kamar.
“Kalian jangan ngintip ya,” kata Mas Iwan pada
kami sambil tersenyum.
Aku dan Mbak Vira hanya bengong melihat
kemesraan mereka. Tanpa menghiraukan
larangan Mas Iwan, Mbak Vira beranjak dari
tempat duduknya sambil meraih tanganku
menuju kamar Mbak Rina. Kami kemudian berdiri
di depan pintu kamar Mbak Rina yang terbuka
lebar. Dari situ aku dan Mbak Vira melihat Mas
Iwan merebahkan tubuh Mbak Rina diatas
ranjang dan mulai melepaskan gaun Mbak Rina.
Aku terkesima melihat mulusnya dan sexynya
tubuh Mbak Rina, ketika seluruh pakaiannya
dibuka Mas Iwan.
Nafsu birahiku tak tertahankan lagi, penisku
menegang dibalik celanaku. Tanpa sadar kupeluk
tubuh Mbak Vira yang berdiri di depanku. Mbak
Vira diam saja dan membiarkanku memeluknya.
Malah tangan dibawa ke belakang dan disusupkan
ke balik celanaku. Mendapat perlakuan seperti itu,
nafsuku semakin memuncak dan penisku
semakin menegang. Apalagi saat Mbak Vira
menggerak-gerakkan tangannya mengocok-
ngocok batang penisku.
Sementara di dalam kamar, Mas Iwan menarik
tubuh Mbak Rina ketepi Ranjang. Kedua paha
Mbak Rina dibukanya lebar-lebar. Maka
terpampanglah vagina Mbak Rina yang indah,
dihiasi bulu-bulu yang dicukur rapi. Mas Iwan
kemudian berjongkok dan mendekatkan
mulutnya kebibir vagina Mbak Rina.
“Ohh… Say… Yang… Nikk… Mat,” desah Mbak
Rina tertahan, ketika Mas Iwan mulai menjilati
vaginanya. Lidah Mas Iwan menari-nari dan
mencucuk-cucuk vagina Mbak Rina. Pantat Mbak
Rina terangkat-angkat menyambut jilatan Mas
Iwan. Kedua pahanya terangkat dan menjepit
kepala Mas Iwan.
“Sudah… Say… Aku… nggak tahan… Masukin
punyamu say,” pinta Mbak Rina penuh nafsu.
Mas Iwan kemudian berdiri dan melepaskan
semua pakaiannya.
Dengan sedikit membungkukkan badannya, Mas
Iwan memegang penisnya dan mengarahkannya
ke lubang vagina Mbak Rina yang telah basah dan
merah merekah. Slepp! Kepala penis Mas Iwan
mulai memasuki vagina Mbak Rina.
“Aow… terus… Say… terus… Genjot,” seru Mbak
Rina, ketika Mas Iwan mulai mendorong
pantatnya naik turun. Penisnya keluar masuk dari
vagina Mbak Rina.
Melihat Mas Iwan dan Mbak Vira sedang
bersetubuh di depanku, membuat nafsu birahiku
semakin tinggi. Kususupkan tanganku ke balik
celana dalamnya. Dapat kurasakan vaginanya
yang telah basah, pertanda Mbak Vira juga
bangkit nafsu birahinya. Kucucuk-cucuk
vaginanya dengan jari-jariku. Dia mendesah
penuh nafsu. Mbak Vira mengimbangi dengan
semakin cepat mengocok-ngocok penisku.
Sekitar sepuluh menit Mbak Vira mengocok
penisku. Mbak Vira kemudian menyudahi
kocokkannya dan membalikkan badannya,
menghadap ke arahku. Ditariknya celanaku
hingga terlepas.
Setelah celanaku terlepas, keluarlah penisku yang
tegang penuh dan mengacung-acung dengan
bebasnya. Mbak Vira terpukau melihat penisku
yang besar dan panjang. Mbak Vira kemudian
berjongkok dikakiku, wajahnya berada pas di
depan selangkanganku. Mbak Vira mendekatkan
mulutnya kebatang penisku. Mula-mula dia
menjilati penisku dari kepala hingga pangkalnya.
Terus dia mulai mengulum dan menghisap
kepala penisku.
Kemudian sedikit demi sedikit batang penisku
dimasukkannya ke dalam mulutnya sampai
kepala penisku menyodok ujung mulutnya. Dan
mulutnya penuh sesak oleh batang penisku.
Dengan lihainya, Mbak vira mulai memaju-
mundurkan mulutnya, membuat penisku keluar-
masuk dari dalam mulutnya. Mataku merem-
melek merasakan nikmat dan badanku serasa
panas dingin merasakan kulumannya.
Mbak Vira sangat lihai mengulum penisku.
Kudorong maju pantatku dan kujambak
rambutnya, membenamkan kepalanya ke
selangkanganku. Sekitar lima belas menit berlalu
Mbak Vira menyudahi kulumannya, dan
melepaskan seluruh pakaiannya. Kemudian dia
berdiri menghadap ke dinding.
“Oohh… Akhh… Akuu… nggak tahann… Don,”
serunya tertahan.
“Entot aku… Entott… Don,” imbuhnya.
Kutarik sedikit tubuhnya dari belakang, hingga dia
menungging. Kuraih batang penisku dan
kuarahkan pas ke lubang vaginanya. Dan aku
mulai mendorong maju pantatku, hingga kepala
penisku masuk ke lubang vaginanya.
“Aow… Pelan-pelan Don,” pekiknya, ketika
seluruh batang penisku masuk ke lubang
vaginanya yang masih sempit. Pekikkan yang
keluar dari mulutnya membuatku semakin
bernafsu dan pelan-pelan kumaju-mundurkan
pantatku.
“Akhh… Enakk… Don… Enakk… Banget,” desahnya
sambil menoleh ke belakang sambil tersenyum
padaku.
“Akhh… Akuu… Ke… luarr, Rin,” teriakkan Mas
Iwan dari dalam kamar mengejutkanku, namun
tak menghentikan sodokkanku pada Mbak Vira.
“Aku… jugaa… Sayang,” sahut Mbak Rina pada
Mas Iwan.
Sedetik kemudian Mas Iwan dan Mbak Rina
mencapai orgasme bersamaan. Mas Iwan
menumpahkan spermanya di dalam vagina Mbak
Rina. Kemudian Mas Iwan merebahkan tubuhnya
disamping tubuh Mbak Rina, dan tertidur pulas.
Sementara itu, aku semakin cepat memaju-
mundurkan pantatku, membuat Mbak Vira
berteriak-teriak saking nikmatnya. Kurasakan
vaginanya berkedut-kedut semakin lama semakin
cepat dan menjepit penisku.
“Donn… Donii… Akuu… Mauu… Keluarr,” teriaknya
panjang.
“Tahann… Mbak… Aku… Belum… Apa-apa,”
sahutku.
“Akhh… Akuu… Tak… Tahan… Don… Akuu,”
jawabnya terputus dan vaginanya semakin keras
menjepit penisku.
Tak lama kemudian Mbak Vira mencapai
orgasme. Kurasakan ada cairan-cairan yang
merembes didinding vaginanya. Kucabut penisku
dari lubang vaginanya dan kusuruh dia
berjongkok dihadapanku. Kujambak rambutnya
dan kubenamkan kepalanya keselangkangku.
Mbak Vira mengerti maksudku. Dia mulai
menjilati dan menghisap-isap penisku lalu
mengulumnya. Sambil tangan kirinya mengusap-
usap buah pelirku.
Sedetik kemudian Mbak Rina datang membantu,
dan langsung berjongkok dihadapanku. Lidahnya
dijulurkan untuk menjilati buah pelirku. Tangan
kanannya mengocok-ngocok pangkal penisku.
Secara bergantian, kakak beradik, Mbak Rina dan
Mbak Vira, mengocok-ngocok, menjilati dan
mengulum penisku. Penisku keluar dari mulut
Mbak Vira kemudiam masuk ke mulut Mbak Rina,
kemudian keluar dari mulut Mbak Rina lalu masuk
kemulut Mbak Vira, begitulah seterusnya. Hingga
kurasakan penisku berkedut-kedut.
“Mbakk… Akuu… Mauu… Ke… Keluarr,” jeritku.
“Keluarin di mulutku Don,” sahut mereka hampir
bersamaan.
Dan crott! crott! crott! Spermaku muntah dimulut
Mbak Vira yang sedang kebagian mengulum.
Mbak Vira menelan spermaku tanpa rasa jijik
sedikitpun. Kemudian Mbak Rina merebut penisku
dari Mbak Vira dan memasukkan ke mulutnya.
Dan tak mau kalah dengan adiknya, sisa-sisa
spermaku dihisap dan dijilatinya sampai bersih.
“Kamu puas Don,” kata Mbak Vira.
“Puas sekali Mbak, Mbak berdua luar biasa,”
sahutku.
“Kamu mau yang lebih seru nggak,”kata Mbak
Rina.
“Mau, mau Mbak,”sahutku.
Mereka kemudian mengajakku ke kamarnya,
dimana Mas Iwan sedang tertidur pulas sehabis
bersetubuh dengan Mbak Rina. Mbak Rina
menyuruhku tidur terlentang diranjang. Mbak
Rina kemudian menarik kakiku, hingga pantatku
berada ditepi ranjang dan kakiku menjuntai
kelantai. Lalu Mbak Rina berjongkok dilantai
dengan wajah berada pas di depan
selangkanganku. Mbak Rina mulai mengusap-
usap dan mengocok-ngocok batang penisku
yang masih layu, sehabis orgasme. Kurasakan
sedikit ngilu tetapi kutahan.
Mbak Rina menyudahi usapan dan kocokannya.
Dan mulai menjilati dan menghisap-isap penisku
dimulai dari kepala hingga pangkal penisku
dijilatinya. Lidahnya berputar-putar dan menari-
nari diatas batang penisku. Puas menjilati penisku,
Mbak Rina kemudian memasukkan penisku ke
mulutnya. Hampir seluruh batang penisku masuk
kemulutnya. Dan kurasakan sedikit demi sedikit
penisku mulai menegang didalam mulutnya,
hingga mulutnya penuh sesak oleh batang
penisku yang sudah tegang penuh. Mbak Rina
sangat pintar membangkitkan birahiku. Mulutnya
maju mundur mengulum penisku. Pipinya
sampai kempot, saking semangatnya mengulum
penisku.
Melihat kakaknya yang sedang menjilati dan
mengulum batang penisku, Mbak Vira nafsunya
bangkit lagi. Dia meraba-raba dan memasukkan
jari-jari tangan kirinya ke dalam vaginanya
sendiri, sedangkan tangan kanannya meremas-
remas buah dadanya hingga mengeras dan
padat. Diiringi desahan-desahan penuh birahi.

Puas bermain-main dengan vagina dan buah
dadanya sendiri, Mbak Vira kemudian naik ke atas
tubuhku. Dan mengangkangi wajahku. Lubang
vaginanya berada pas diatas wajahku. Dia
menurunkan pantatnya, hingga bibir vaginanya
menyentuh mulutku. Kujulurkan lidahku untuk
menjilati vaginanya yang telah basah. Kucucuk-
cucuk dan kusedot-sedot klitorisnya, dia
mengerang-erang merasakan nikmat. Mbak Vira
menarik rambutku, membenamkan wajahku
diselangkangannya. Kepalaku dijepit dengan
kedua paha mulusnya.
Kini kami bertiga, aku dan kakak beradik sedang
berlomba mencari kepuasan. Mbak Vira sedang
kujilati vaginanya, sedangkan pada bagian bawah
tubuhku Mbak Rina dengan asiknya mengulum
batang penisku. Beberapa waktu berlalu Mbak
Rina melepaskan kulumannya, dan berjongkok
diatas selangkanganku. Dengan tangannya,
diraihnya batang penisku dan diarahkannya ke
lubang vaginanya. Bless! Dengan sekali dorongan
pantatnya, masuklah seluruh batang penisku ke
dalam vaginanya yang basah tapi hangat.
Lalu Mbak Rina menaik turunkan pantatnya,
sambil mengeluarkan desahan-desahan nikmat
dari mulutnya. Sesekali pantatnya diputar-putar
hingga penisku serasa dipelintir. Saat menikmati
goyangan Mbak Rina, aku terus menjilati vagina
Mbak vira sambil memasukkan jari-jariku ke
lubang anusnya. Sedang asiknya aku menjilati
vagina Mbak Vira, kurasakan vaginanya berkedut-
kedut.
Beberapa detik kemudian ada cairan yang keluar
dari dalam vaginanya. Mbak Vira mencapai
orgasme. Pahanya makin keras menjepit
kepalaku. Tanpa rasa jijik kusedot dan kutelan
cairan vaginanya.
Dan dalam waktu yang hampir bersamaan,
Vagina Mbak Rina juga berkedut-kedut, otot-otot
vaginanya menegang.
“Ohh… Don… Aku… Keluar,” teriak Mbak Rina.
Air maninya mengaliri deras dan membasahi
batang penisku. Kemudian dia terkulai lemas
sampingku. Membuat penisku yang masih
tegang terlepas dan mengacung-acung. Mbak
vira yang kondisi sudah pulih sehabis orgasme,
kemudian berjongkok diatas selangkanganku,
menggantikan kakaknya. diraihnya penisku dan
diarahkannya ke lubang anusnya. Mbak Vira
menurunkan pantatnya sedikit demi sedikit
hingga seluruh batang penisku masuk ke lubang
anusnya. Kurasakan penisku seperti dijepit dan
dipijit-pijit oleh sempitnya lubang snusnya.
“Oohh… Mbak… Nikk… Matt… Enakk,”teriakku,
ketika Mbak Vira mulai menaik turunkan
pantatnya, membuat penisku keluar masuk dari
lubang anusnya. Sesekali dia menggoyang-
goyangkan pantatnya ke kiri dan ke kanan,
membuatku merasakan nikmat yang luar biasa.
Sekitar tiga puluh menit Mbak Vira menggenjot
tubuhku.
“Mbakk… Akuu… Ke… Keluarr,” jeritku.
Kurasakan penisku berkedut-kedut dan crott!
crott! crott! kutumpahkan seluruh spermaku di
dalam lubang anusnya. Mbak Vira kemudian
merebahkan tubuhnya diatas tubuhku.
Sambil menindihku dia tersenyum puas. Malam
itu, aku dan Mas Iwan menginap disana. Dan
berpesta sampai pagi, sampai kami sama-sama
puas dan kelelahan.
Panasnya sinar matahari yang menerobos
jendela kamarku, membangunkanku dari tidurku
yang lelap. Setelah hampir semalam penuh aku
merasakan nikmatnya bersetubuh dengan Mbak
Rina dan Mbak Vera. Dan aku baru pulang dari
rumahnya kerumah Mas iwan jam 05.00 dinihari.
Dengan sedikit bermalas-malasan, aku pergi ke
kamar mandi membersihkan badan. Selesai
mandi badan rasanya segar sekali. Siang itu
kurasakan lain dari biasanya, rumah Mas Iwan
tampak sepi sekali. Oh ya, aku baru ingat kalau
hari ini, Mas Iwan mengantar Tante Sari
kondangan ke kampung sebelah. Jadi yang ada di
rumah hanya Mbak Erna dan Aku.
Dengan hanya mengenakan handuk yang
kulilitkan dipinggangku, aku pergi ke dapur.
Membuat secangkir kopi. Sampai didapur
kudapati Mbak Erna sedang mencuci piring.
“Pagi Mbak,” sapaku.
Mbak Erna tak menjawab sapaanku. Mukanya
cemberut. Aku heran, tumben Mbak Erna begitu,
biasanya dia sangat ramah padaku.
“Ada apa sih Mbak, kok cemberut begitu,”
tanyaku lagi.
“Mbak marah sama aku? atau Mbak nggak senang
ya, aku disini,” imbuhku.
Mbak erna masih diam saja, membuatku tak enak
hati dan bertanya-tanya dalam hati.
“Ok, Mbak. Kalau Mbak nggak senang, aku pulang
aja deh,”
“Jangan-jangan pulang Don, aku nggak marah
sama kamu,” sahutnya sambil menarik tanganku.
“Habis Mbak marah sama siapa? Boleh tahu kan
Mbak ?” tanyaku lagi.
“Ok, Mbak akan kasih tahu, tapi jangan bilang
sama siapa-siapa ya!,” jawabnya.
“Aku janji Mbak,” kataku meyakinkannya.
“Don, aku lagi kesal sama Mas Iwan,” kata Mbak
sari.
“Kesal kenapa Mbak,” selaku.
“Belakangan ini, Mas Iwan dingin sekali padaku
Don,” katanya sambil merebahkan kepalanya
didadaku.
“Setiap aku pingin begituan, dia selalu menolak,”
imbuhnya sambil tersipu malu.
“Mungkin Mas Iwan lagi lelah Mbak,” hiburku
sambil kuusap-usap rambutnya.
“Ah, masak setiap malam lelah,” sahutnya.
“Mungkin ada yang bisa aku bantu, untuk
menghilangkan kekesalan Mbak,” pancingku.
Mbak Erna tak menjawab pertanyaanku. Sebagai
orang yang cukup berpengalaman soal sex, aku
tahu Mbak Erna sangat kesepian dan
menginginkan hubungan sexsual. Maka dengan
memberanikan diri, kukecup lembut keningnya.
Dan kurasakan remasan halus tangannya yang
masih memegang tanganku.
Merasa mendapat respon positif, kugerakkan
bibirku menciumi kedua pipinya dan berhenti
dibelahan bibir mungilnya.
Mbak Ernapun membalas kecupanku pada
bibirnya dengan kuluman yang hangat, penuh
gairah. kukeluarkan lidahku, mencari lidahnya.
Kuhisap-hisap dan kusedot-sedot. Kulepaskan
tanganku dari genggamannya dan kugerakkan
menggerayangi tubuh Mbak Erna. Dan perlahan-
lahan kususupkan tangan kananku kebalik gaun
tidurnya. Dan kurasakan halusnya punggung
Mbak Erna. Sementara tangan kiriku meremas-
remas pantatnya yang padat. Mbak Erna
melepaskan seluruh pakaiannya. Agar aku lebih
leluasa menggerayangi tubuhnya.
Setelah semua terlepas maka terpampanglah
pemandangan yang luar biasa. Dengan jelas aku
bisa melihat buah dadanya yang montok,
perutnya yang ramping dan vaginanya yang
dicukur bersih. Membuat nafsu birahiku semakin
menjadi-jadi dan kurasakan penisku menegang.
Akupun melepaskan kulumanku pada bibirnya
dan dengan sedikit membungkukkan badanku.
Aku mulai menjilati buah dadanya yang mulai
mengeras, secara bergantian.
Puas menjilati buah dadanya, jilatanku
kupindahkan ke perutnya. Dan kurasakan
halusnya kulit perut Mbak Erna. Mbak Erna tak
mau ketinggalan, ditariknya handuk yang melilit
dipinggangku. Dengan sekali sentakan saja,
handukku terlepas.
“Aow, besar sekali don penismu,” decaknya
kagum, sambil memandangi penisku yang telah
menegang dan mengacung-ngacung setelah
handukku terlepas. Mbak Erna menggerakkan
tangannya, meraih batang penisku. Diusap-
usapnya dengan lembut kemudian dikocok-
kocoknya, membuat batang penisku semakin
mengeras.
Tak terasa sudah dua puluh menit berlalu,
Kusudahi jilatanku pada perutnya. Kuangkat
tubuhnya dan kududukkan diatas meja dapur.
Kedua pahanya kubuka lebar-lebar. Dan
terpampanglah di depanku bukit kecil yang
dicukur bersih. Bibir vagina yang memerah
dengan sebuah daging kecil yang tersembul
diatasnya. Kubungkukkan tubuhku dan
kudekatkan wajahku ke selangkangannya. Dan
aku mulai menjilati pahanya yang putih mulus,
dihiasi bulu-bulu halus. Sambil tanganku meraba-
raba vaginanya.
Beberapa menit berlalu, kupindahkan jilatanku dari
pahanya ke vaginanya. Mula-mula kujilati bibir
vaginanya, terus kebagian dalam vaginanya.
Lidahku menari-nari didalam lubang vaginanya
yang basah.
“Ohh… terus… Don… terus… Nik… Matt,” serunya
tertahan. Membuatku semakin bersemangat
menjilati lubang vaginanya. Kusedot-sedot
klitorisnya. Pantat Mbak Erna terangkat-angkat
menerima jilatanku. Ditariknya kepalaku,
dibenamkannya pada selangkangannya.
“Ohh… Don… Aku… Tak… Tahan… Masukin Don…
Masukin penismu,” pintanya menghiba.
Kuturuti kemauannya. Aku kemudian berdiri.
Kuangkat kedua kakinya tinggi-tinggi, hingga
ujung jari kakinya berada diatas bahuku.
Kudekatkan penisku keselangkangannya. Mbak
Erna meraih penisku dan menuntunnya ke lubang
vaginanya. Kudorong maju pantatku hingga
kepala penisku masuk ke lubang vaginanya.
Aku diam sejenak mengatur posisi supaya lebih
nyaman, lalu kudorong pantatku lebih keras,
membuat seluruh batang penisku masuk ke
lubang vaginanya. Kurasakan penisku dijepit dan
dipijit-pijit lubang vaginanya yang sempit.
Vaginanya penuh sesak karena besarnya batang
penisku.
“Aow… Pelan-pelan… Don… penismu gede
sekali,” pekiknya, ketika aku mulai memaju
mundurkan pantatku, membuat penisku keluar
masuk dari lubang vaginanya.
Tak terasa sudah tiga puluh menit aku memaju
mundurkan pantatku. Dan kurasakan vagina
Mbak Erna berkedut-kedut. Dan otot-otot
vaginanya menegang.
“Ohh… Don… Aku… Keluarr… Sayang,” teriaknya
lantang. Sedetik kemudian kurasakan cairan
hangat keluar dari vaginanya. Dan Mbak Erna
mencapai orgasmenya. Mbak Erna tahu kalau aku
belum mencapai puncak kenikmatan. Dia turun
dari atas meja dapur. Kemudian berjongkok
dihadapanku. Diraihnya penisku dan dikocok-
kocok dengan tangan kanannya sedangkan
tangan kirinya meremas-remas buah pelirku.
“Akhh… Mbak… Enak… Nikk… Mat… terus,”
seruku, ketika Mbak Erna mulai menjilati batang
penisku. Dari kepala hingga pangkal penisku
dijilatinya. Mataku merem melek merasakan
nikmatnya jilatan Mbak Erna. Aku semakin
merasa nikmat ketika Mbak Erna memasukkan
penisku ke mulutnya yang mungil. Dan mulai
mengulum batang penisku. Mbak Erna memaju
mundurkan mulutnya, membuat penisku keluar
masuk dari mulutnya. Sementara tangannya
mengocok-ngocok pangkal penisku.
“Oohh… Mbak… Akuu… Tak… Tahan,” teriakku.
Dan kurasakan penisku berkedut-kedut semakin
lama semakin cepat. Kujambak rambutnya dan
kubenamkan kepalanya diselangkanganku.
“Mbak… Akuu… Ke… Luarr,” teriakku lagi lebih
keras. Mbak Erna semakin cepat memaju
mundurkan mulutnya. Dan crott! crott! crott!
penisku memuntahkan sperma yang sangat
banyak di mulutnya. Mbak Ernapun menelannya
tanpa ragu-ragu. Dan tanpa rasa jijik sedikitpun
dia menjilati sisa-sisa spermaku sampai bersih.
“Terimakasih Don, kamu telah memberiku
kepuasan,” pujinya sambil tersenyum.
“Sama-sama Mbak, aku juga sangat puas,”
sahutku.
“Mbak masih mau lagi kan,” tanyaku.
“Mau dong, tapi kita mandi dulu yuk,” ajaknya.
Kemudian kami meraih pakaian masing-masing
untuk selanjutnya bersama-sama pergi ke kamar
mandi membersihkan badan. Sehabis mandi,
masih sama-sama telanjang, kubopong
tubuhnya menuju taman disamping rumah. Aku
ingin melaksanakan impianku selama ini, yaitu
bersetubuh ditempat terbuka.
“Don… Jangan disini sayang, nanti dilihat orang,”
protesnya.
“Kan nggak ada siapa-siapa di rumah Mbak,”
sahutku.
Mbak Ernapun tidak protes lagi, mendengar
jawabanku. Sambil berdiri kupeluk erat tubuhnya.
Kulumat bibirnya. Mbak Erna membalas lumatan
bibirku dengan pagutan-pagutan hangat. Cukup
lama kami bercumbu, kemudian aku duduk
dikursi taman. Dan kusuruh Mbak Erna
berjongkok dihadapanku. Mbak Erna tahu
maksudku. Diraihnya batang penisku yang masih
layu. Dielus-elusnya lembut kemudian dikocok-
kocok dengan tangannya.
Setelah penisku mengeras Mbak Erna menyudahi
kocokkannya, dia mendekatkan wajahnya ke
selangkanganku. Lidahnya dijulurkan dan mulai
menjilati kepala penisku. Lidahnya berputar-putar
dikepala penisku, kemudian turun kepangkalnya.
“Oohh… terus… Mbak… Nikmat banget,” desahku.
“Isepp… Mbak… Isep,” pintaku. Mbak Erna
menuruti kemauanku.
Dimasukkannya penisku kemulutnya. Hampir
sepertiga batang penisku masuk ke mulutnya.
Sambil tersenyum padaku, dia mulai memaju
mundurkan mulutnya, membuat penisku maju
keluar masuk dimulutnya.
“Mbak… Aku… Tak… Tahan,” seruku. Mbak Erna
kemudian naik ke pangkuanku. Vaginanya pas
berada diatas selangkanganku. Diraihnya penisku
dan dibimbingnya ke lubang vaginanya. Mbak
Erna mulai menurunkan pantatnya, sedikit demi
sedikit batang penisku masuk ke lubang
vaginanya semakin lama semakin dalam. Hingga
seluruh batang penisku masuk ke lubang
vaginanya. Sesaat kemudian Mbak Erna mulai
menaik turunkan pantatnya. Sesekali digoyang-
goyangkan pantatnya kekiri-kekanan. Aku tak
mau kalah, kusodok-sodokkan pantatku ke atas
seirama dengan goyangan pantatnya.
“Ohh… Don… Aku… Mauu… Ke… luarr,” teriaknya
setelah hampir tiga puluh menit menggoyang
tubuhku. Dan kurasakan otot-otot vaginanya
menegang. Tangannya mencengkeram dadaku
dengan keras. Sesaat kemudian kurasakan cairan
hangat merembes dilubang vaginanya.
“Aku tak ingin mengecewakanmu Don,” katanya
sambil tersenyum. Dia menarik penisku keluar
dari lubang vaginanya, kemudian
memasukkannya ke lubang anusnya. Mbak Erna
rupanya tahu kesenanganku. Meski agak susah,
akhirnya bisa juga seluruh batang penisku masuk
ke lubang anusnya. Perlahan tapi pasti Mbak Erna
mulai menaik turunkan pantatnya. Membuatku
merasakan nikmat yang tiada taranya.
Cukup lama Mbak Erna menggoyang-goyangkan
pantatnya, kemudian kami berganti posisi.
Kusuruh dia menungging, membelakangiku
dengan tangan bertumpu pada kursi taman.
Kugenggam penisku dan kuarahkan tepat ke
lubang anusnya. Kudorong sedikit demi sedikit,
sampai seluruhnya amblas tertelan lubang
anusnya. Lalu kudorong pantatku maju mundur.
Kurasakan nikmatnya lubang anus Mbak Erna.
Sambil kucucuk-cucuk lubang vaginanya dengan
jari-jariku. Membuat nafsu birahi Mbak Erna
bangkit lagi. Mbak Erna mengimbangi gerakkanku
dengan mendorong-dorong pantatnya seirama
gerakkan pantatku.
Aku semakin mempercepat gerakkan pantatku,
ketika kurasakan akan mencapai orgasme.
Demikian juga jari-jariku semakin cepat
mencucuk vaginanya.
“Mbak… Mbak… Akuu… Mau… Keluar,” seruku.
“Akuu… Juga… Don,” sahutnya.
Dan dalam waktu yang hampir bersamaan, kami
mencapai orgasme. Kutarik penisku dari lubang
anusnya, dan kutumpahkan spermaku
dipunggungnya. Mbak Erna kemudian
membalikkan badannya dan berdiri, sambil
memintaku duduk kursi taman. Didekatkannya
selangkangannya kewajahku. Ditariknya
rambutku dan dibenamkannya kepalaku
keselangkangannya. Dan akupun mulai menjilati
vaginanya sambil duduk. Kuhisap dan kusedot-
sedot cairan hangat yang keluar dari lubang
vaginanya. Mbak Erna sangat puas dengan
perlakuanku.
Hari itu kami melakukan persetubuhan sampai
puas, dengan berbagai macam gaya. Sungguh
luar biasa Mbak Erna, meskipun tinggal
dikampung. Tapi dalam soal bersetubuh dia tak
kalah dengan orang kota. Memang sungguh
nikmat istri Mas Iwan. Vagina dan lubang
anusnya sama nikmatnya. Membuatku ketagihan
menyetubuhinya.
Tak terasa sudah satu bulan aku berlibur
dikampung Mas Iwan. Malam-malam yang
kulewati bersama Mbak Erna dan Tante Sari
membuat waktu satu bulan terasa cepat sekali.
Sudah saatnya aku kembali kekotaku, karena tiga
hari lagi aku harus ke sekolah.
Saat berangkat dari kampung Mas Iwan, aku tidak
sendirian. Ada Vivi, anak kandung Tante Sari
menemaniku. Gadis cantik berkulit putih dan
bertubuh langsing ini, baru tamat SMP dan akan
melanjutkan SMU di kota. Tante sari meminta
tolong padaku agar mengantarkan Vivi, mencari
rumah kost di dekat sekolah.
Dengan menempuh dua jam perjalanan,
sampailah kami di kota. Dan setelah berpuar-
putar cukup lama, akhirnya kudapatkan rumah
kost untuk Vivi. Pemilik rumah adalah seorang
janda cantik berusia sekitar 32 tahun, namanya
Yeni. Setelah memberikan kunci kamar pada Vivi,
Tante Yeni meninggalkan kami berdua.
Sehabis membantu Vivi mengangkat barang-
barangnya ke dalam kamar, aku merasa haus.
Kusuruh Vivi ke warung untuk membeli
minuman. Sambil duduk menunggu kedatangan
Vivi, iseng-iseng kunyalakan VCD. Ngawur aja
kusetel salah satu film. Aku terkejut, ternyata
isinya film porno.
Adegan-adegan difilm itu, membangkitkan nafsu
birahiku. Kurasakan batang penisku mengeras
dan berdiri tegak di balik celanaku. Kuturunkan
celanaku, dan kukeluarkan batang penisku.
Kuelus-elus dan kukocok-kocok batang penisku.
Saking asiknya aku mengocok-ngocok batang
penisku, sampai kedatangan Vivi tak kurasakan.
“Mas, Doni lagi ngapain,” suara Vivi
mengejutkanku.
“Akh, nggak ngapa-ngapain,” sahutku.
“Itu apa?” tanyanya lagi sambil memandangi
celanaku.
Astaga! Aku lupa menaikkan celanaku. Sehingga
Vivi dengan jelas melihat penisku yang sedang
berdiri tegak. Merasa sudah kepalang basah,
kulanjutkan saja mengocok penisku.
“Kamu bisa membantuku Vi?,” tanyaku.
“Bantu apa Mas?,” katanya balik bertanya.
“Kocokkin penisku Vi,” pintaku.
Vivi menganggukkan kepalanya tanda setuju.
Kutarik tangannya dan kuletakkan diatas penisku.
Vivi yang juga sudah terangsang akibat ikut
nonton film porno, menggenggam batang
penisku. Dengan lembut dia mengelus-elus dari
kepala sampai kepangkal penisku. Aku merasa
seperti melayang.
Aku melepaskan seluruh pakaianku sambil
memeluk tubuh Vivi yang sedang mengocok
penisku. Kutarik kaosnya dan kususupkan
tanganku kebalik BHnya. Kuraba-raba buah
dadanya. Perlahan-lahan buah dadanya
mengeras. Cukup lama aku meraba-raba buah
dadanya, kemudian kutarik Bhnya hingga
terlepas. Setelah terlepas, terlihatlah buah dadanya
yang padat dan mengeras. Aku melanjutkan lagi
meremas-remas buah dadanya. Vivi mendesah-
desah merasakan nikmat, tangannya semakin
cepat mengocok penisku.
Sekitar lima belas menit berlalu kami berganti
posisi. Sambil menarik rok mininya, kodorong
tubuhnya hingga terlentang diranjang. Hanya
celana dalamnya saja yang melekat menutupi
selangkangannya. Kutindih tubuhnya dari atas lalu
kukecup bibirnya, kujulurkan lidahku mengisi
rongga mulutnya yang terbuka. Vivi
menyambutnya dengan hisapan yang tak kalah
hebatnya.
Setelah cukup lama berpagutan, kuputar tubuhku.
Membentuk posisi 69. Selangkanganku berada
diatas wajahnya, sedangkan selangkangannya
berada dibawah wajahku. Kujulurkan lidahku
menjilati bagian bawah perutnya, sambil
tanganku melepas celana dalam Vivi. Vivi
mengangkat pantatnya memudahkan aku
melepaskan celana dalamnya dan meleparkannya
ke lantai kamar. Lidahku bergerak turun menyapu
bibir vaginanya yang ditumbuhi bulu-bulu tipis.
“Ohh… Mas don… Enakk,” desahnya ketika aku
mulai menjilati vaginanya yang basah,
membuatku semakin bersemangat menjilati
vaginanya. Kucucuk-cucuk dan kusedot-sedot
klitorisnya yang sebesar biji kacang.
Saat aku menjilati lubang vaginanya, Vivi juga
sedang asyik menjilati penisku. Sambil tangan
kirinya mengocok-ngocok pangkal penisku
sedangkan tangan kanannya mengelus-elus buah
pelirku dengan lembut. Sesaat kemudian Vivi
memasukkan penisku ke mulutnya. Hampir
seluruh batang penisku masuk ke mulutnya.
Kudorong pantatku ke atas dan ke bawah,
sehingga penisku keluar masuk dimulutnya.
Tak terasa sudah dua puluh menit berlalu. Aku
bangkit dan berdiri dilantai kamar. Kutarik
tubuhnya, hingga pantatnya berada ditepi
ranjang. Kedua pahanya kubuka lebar-lebar.
Kuarahkan penisku tepat ke lubang vaginanya.
“Ja… Jangan… Mas, aku masih perawan,” katanya.
Aku tak memperdulikan kata-katanya. Kudorong
maju pantatku hingga kepala penisku menyeruak
masuk. Vivi berteriak lebih keras ketika aku
mendorong lebih keras dan penisku menembus
selaput daranya. Akupun lebih bersemangat
mendorong pantatku dan amblaslah seluruh
batang penisku ke lubang vaginanya yang sangat
sempit. Penisku serasa dijepit sempitnya lubang
vaginanya. Beberapa detik kubiarkan penisku di
dalam vaginanya.
Kupandangi wajahnya yang meringis menahan
sakit. Dengan perlahan-lahan kuangkat pantatku
lalu kuturunkan lagi. Membuat penisku keluar
masuk dilubang vaginanya. Aku merasakan
nikmat yang luar biasa. Beginikah rasanya
menyetubuhi seorang perawan.
“Ohh… Mas… Enakk,” desahnya yang mulai
merasakan
Nikmatnya disetubuhi. Pantatnya digerakkan naik
turun seirama gerakkan pantatku. Rasa sakitnya
telah hilang berganti dengan rasa nikmat. Sekitar
tiga puluh menit berlalu, kurasakan vaginanya
berkedut-kedut dan otot-otot vaginanya
menegang. Tangannya mencengkeram seprei
dengan keras.
“Ohh… Mas… Akuu… Mauu,” desahnya terputus.
“Mau keluar sayang,” sahutku.
Vivi mengangguk sambil tersenyum.
“Aku juga Vi,” imbuhku. Semakin cepat
kudorong-dorong pantatku.
“A… Akuu… Ke… Luarr,” teriaknya lantang.
Kurasakan cairan hangat merembes didinding
vaginanya. Sedetik kemudian kurasakan penisku
berkedut-kedut. Dan Crott! crott! crott!
Kutumpahkan sperma yang sangat banyak
dilubang vaginanya. Dan tubuhku ambruk
menindih tubuhnya.
“Kamu menyesal Vi,” tanyaku sambil tersenyum
puas, karena baru kali ini aku menyetubhi
seorang perawan.
“Nggak Mas, semua sudah terjadi,” sahutnya.
“Kamu mau lagi khan,” godaku. Vivi tersenyum
padaku, senyum penuh arti.
Kira-kira satu jam kami tertidur. Akupun
terbangun dan bergegas ke kamar mandi
membersihkan badan. Mengingat kejadian tadi,
bersetubuh dengan Vivi, membuat nafsu birahiku
bangkit lagi. penisku yang tadi telah layu, kini
tegang dan mengeras. Setelah mengelap tubuhku
dengan handuk akupun bergegas ke kamar,
dimana Vivi sedang tertidur pulas. Dan ia
terbangun ketika aku lagi asyik menjilati lubang
vaginanya.
“Oh… Mas… Apa yang kamu lakukan,” tanyanya.
“Aku pingin setubuhi kamu lagi sayang,” sahutku
sambil tersenyum.
Vivi membuka kedua pahanya lebar-lebar,
sehingga aku lebih leluasa menjilati vaginanya.
Beberapa menit berlalu kusuruh dia menungging.
Aku mengambil posisi dibelakangnya. Dari
belakang, aku menjilati lubang anusnya, sambil
tanganku mencucuk-cucuk lubang vaginanya.
Setelah kurasa cukup, kuarahkan penisku ke
lubang vaginanya. Dan aku mulai mendorong
maju pantatku. Sedikit demi sedikit penisku
masuk ke lubang vaginanya. Semakin lama
semakin dalam penisku memasukinya, sampai
seluruhnya amblas, tertelan lubang vaginanya.
Akupun mendorong pantatku maju mundur,
membuat penisku keluar masuk dari lubang
vaginanya.
“Ohh… Nikk… Matt… Mas… Enakk,” jeritnya
tertahan. Sekitar tiga puluh menit berlalu, kutarik
penisku dari lubang vaginanya hingga terlepas.
Kemudian kugenggam penisku dan kuarahkan ke
lubang anusnya.
“Jangan, Mass sakitt, ja… “jeritnya sambil
meringis. Belum habis dia bicara, kudorong
pantatku dengan keras. Dan Bless! Seluruh batang
penisku masuk ke lubang anusnya. Kukocok
lubang anusnya dengan irama pelan semakin
lama semakin cepat, sambil tanganku mencucuk-
cucuk lubang vaginanya. Dan Vivipun merasakan
sensasi yang luar biasa dikedua lubangnya.
Jeritan-jeritannya berganti dengan desahan-
desahan nikmat penuh nafsu.
Aku semakin bersemangat mendorong-dorong
pantatku, ketika kurasakan akan mencapai
orgasme. Sepuluh menit kemudian penisku
menyemburkan sperma didalam anusnya. Dan
tak lama berselang Vivi menyusul, tubuhnya
mengejang hebat. Kemudian Vivi terkulai lemas
dan tertidur.
Aku kemudian berdiri dan mengenakan celanaku.
Saat aku akan mengambil handuk ke dalam
almari, tanpa sengaja aku menoleh keluar jendela.
Samar-samar aku melihat sesosok bayangan
wanita yang sedang berdiri dibalik jendela kamar.
Rupanya orang itu sedang mengitip aku dan Vivi
yang sedang bersetubuh dari balik korden yang
lupa aku tutup.
Saat aku keluar mencarinya, wanita itu bergegas
pergi. Aku membuntuti wanita itu. Melihat
potongan tubuhnya dari belakang aku yakin kalau
wanita itu adalah Tante Yeni, ibu kostnya Vivi.
Dan aku keyakinanku semakin kuat, saat wanita
itu masuk kekamar tidur Tante Yeni dan langsung
menutup pintu. Aku berjalan mendekat dan
berdiri di depan pintu kamarnya.
Aku mengintip dari lubang kunci. Dan memang
benar, wanita yang tadi mengintipku adalah Tante
Yeni. Sampai didalam kamar Tante Yeni
melepaskan seluruh pakaiannya. Aku terkesima
melihat tubuh Tante Yeni yang putih mulus dan
sexy, meski sudah berumur sebaya ibuku.
Membuat jantungku berdetak kencang. Nafsu
birahiku yang baru saja tersalurkan bersama Vivi,
perlahan-lahan bangkit lagi.
Pemandangan selanjutnya lebih seru lagi. Tante
Yeni merebahkan tubuhnya diatas ranjang
dengan kedua kaki terbuka lebar-lebar,
memperlihatkan indahnya bentuk vaginanya.
Tante Yeni meremas-remas buah dadanya sendiri
dengan tangan kirinya. Perlahan buah dadanya
mulai mengeras. Sedangkan tangan kanannya
meraba-raba selangkangannya. Desahan-desahan
nikmat keluar dari bibirnya, membuatku semakin
tak tahan. Batang kemaluanku sudah berdiri
tegak.
Dengan sangat hati-hati, aku membuka pintu
kamarnya. Dan ternyata tidak terkunci. Sambil
melepaskan celanaku, aku berjalan mengendap-
endap mendekatinya. Tante Yeni yang sedang
asyik meraba-raba tubuhnya sendiri, tidak tahu
kalau aku masuk ke kamarnya.
Tanpa pikir panjang lagi, aku segera
menindihnya. Tante Yeni sangat terkejut melihat
kehadiranku. Aku segera menyumpal mulutnya
yang sedang Terbuka saat dia hendak berteriak
dengan mulutku. Dan aku langsung melumatnya.
Tante Yeni yang sedang dirasuki nafsu birahi,
membalas lumatanku dengan pagutan-pagutan
yang tak kalah hebatnya.
Cukup lama aku melumat bibirnya, kemudian aku
menjilati lehernya, terus turun ke buah dadanya
yang sudah mengeras. Kedua buah dadanya aku
jilati secara bergantian, membuat desahannya
semakin keras. Aku menyudahi jilatanku pada
kedua buah dadanya, kemudia aku berlutut ditepi
ranjang, diantara kedua kakinya. Tanganku yang
nakal mulai meraba-raba bibir vaginanya yang
dicukur bersih.
Tanpa berfikir lama, aku menjulurkan lidahku,
menjilati, menghisap dan sesekali kumasukkan
lidahku ke lubang vagina Tante Yeni dan lidahku
menari-nari di dalam lubang vaginanya. Tante
Yeni mengangkat-angkat pantatnya, menyambut
jilatanku. Rintihan-rintihan kecil keluar dari
mulutnya setiap kali lidahku menghujam lubang
vaginanya. Disaat dia sedang menikmati jilatanku,
aku memasukkan jari-jariku ke dalam lubang
vaginanya. Sambil sesekali aku menjilati lubang
anusnya. Tante Yeni sangat menikmati
perlakuanku, dia menekan kepalaku dan
membenamkannya diselangkangannya.
Sepuluh menit berlalu, aku menyudahi jilatanku.
Aku kemudian berdiri, sambil menarik pinggulnya
ketepi ranjang, kedua kakinya kubuka lebar-lebar.
Tanpa membuang waktu lagi, batang
kemaluanku yang sudah tegang dari tadi
langsung kuhujamkan ke lubang vaginanya.
Tante Yeni menjerit saat batang kemaluanku yang
besar dan panjang menerobos masuk ke lubang
vaginanya. Aku merasakan jepitan bibir
vaginanya yang begitu seret. Aku mulai
menggerakkan pantatku maju mundur. Tante
Yeni sangat menikmati setiap gerakkan pantatku,
dia menggeliat dan mendesah disetiap gerakan
kemaluanku keluar masuk dari lubang vaginanya.
Aku semakin mempercepat memaju mundurkan
pantatku saat Tante Yeni memperlihatkan tanda-
tanda orang yang mau orgasme.
“Ohh.., Don.., akuu.., mau.., keluarr,” jeritnya
cukup keras. Tante Yeni menggelinjang hebat,
kedua pahanya menjepit pinggangku. Rintihan
panjang keluar dari mulutnya saat klitorisnya
memuntahkan cairan kenikmatan. Aku
merasakan cairan hangat yang meleleh
disepanjang batang kemaluanku. Aku
membiarkan Tante Yeni beristirahat sambil
menikmati orgasmenya. Setelah Tante Yeni
berhasil menguasai dirinya, tanpa membuang
waktu lagi aku membalikkan tubuhnya dalam
posisi menungging.
Lalu aku menciumi pantatnya. Tante Yeni
mengeliat menahan geli saat lidahku menelusuri
vagina dan anusnya. Kemudian aku meludahi
lubang anusnya beberapa kali. Setelah kurasakan
daerah itu benar-benar licin, aku membimbing
batang kemaluanku dengan tangan kiriku
sementara tangan kananku membuka lubang
anusnya. Tante tak bereaksi apa-apa dan
membiarkan saja apa yang kulakukan. Perlahan
kudorong pantatku. Tante Yeni merintih sambil
menggigit bibirnya menahan rasa perih akibat
tusukan kemaluanku pada lubang anusnya yang
sempit. Setelah beberapa kali mendorong dan
menarik akhirnya seluruh batang kemaluanku
masuk ke lubang anusnya.
Sambil menikmati jepitan lubang anusnya, aku
mendiamkan sebentar batang kemaluanku disana
untuk beradaptasi. Tante Yeni menjerit saat aku
mulai menghujamkan kemaluanku. Tubuhnya
terhentak-hentak ketika sodokkanku bertambah
kencang dan kasar. Sambil terus meningkatkan
irama sodokkan, tanganku dengan kasar
mencucuk-cucuk lubang vaginanya. Akibat
menahan sensasi nikmat ditengah-tengah rasa
ngilu dan perih pada kedua lubang bawah
tubuhnya, Tante Yeni sampai menangis. Setiap
kali aku menyodokkan kemaluanku ke lubang
anusnya, dia mengaduh namun dia tak mau aku
menyudahinya. Sampai akhirnya kurasakan suatu
perasaan yang sangat nikmat mengaliri sekujur
tubuhku.
Aku mengerang panjang, saat mengalami
orgasme yang pertama. Tanganku
mencengkeram keras pantatnya. Aku
menumpahkan seluruh spermaku didalam
lubang anusnya. Tubuhku menegang beberapa
saat, kemudian terkulai lemas. Tak lama
kemudian Tante Yeni menyusul, dia mengeram
sambil tangannya mencengkeram bantal kuat-
kuat. Cairan hangat dan kental meleleh dari lubang
vaginanya.
Dengan nafas yang masih memburu dan tubuh
yang masih lemas, Tante Yeni bangkit kemudian
duduk ditepi ranjang. Dia meraih batang
kemaluanku lalu memasukkan ke mulutnya.
Tante Yeni menjilati sisa-sisa sperma yang masih
blepotan dibatang kemaluanku sampai bersih
tanpa tersisa setetespun. Tante Yeni tersenyum
puas merasakan nikmat yang sudah cukup lama
tidak dirasakannya, sejak dia bercerai dengan
suaminya.
Tanpa malu-malu dia meminta aku agar
menyutubuhinya lagi. Aku menuruti
permintaannya, kami bersetubuh sampai pagi.
Sampai kami benar-benar kelelahan. Pagi-pagi
sekali aku meninggalkan Tante Yeni yang masih
tidur tanpa busana dan masuk kekamar Vivi.
Dimana Vivi juga sedang tidur pulas. Aku
mengenakan seluruh pakaianku, kemudian pergi
tanpa pamit. Meninggalkan kenangan-kenangan
nikmat untuk mereka berdua. Sekali waktu aku
mengunjungi Tante Yeni dan Vivi untuk
menikmati lagi tubuh mereka.


Adult | GO HOME | Exit
1/1008
U-ON

inc Powered by Xtgem.com